KEBIJAKAN PEMEBERANTASAN KORUPSI PASCA MANTAN PRESIDEN SOEHARTO HINGGA SEKARANG
A. Perkembangan Aturan Korupsi di Indonesia
Kondisi kasus korupsi memang dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Negara dengan 200 juta penduduk ini, pada tahun 2004 tercatat sebagai negara ke-5 terkorup di dunia dari 146 negara. Peringkat yang baru dikeluarkan oleh transparansi internasional tersebut menunjukkan bahwa Indonesia satu tingkat lebih buruk dari peringkat tahun lalu. Sekilas inilah kebijakan-kebijakan yang digulirkan pemerintahan Soekarno hingga pemerintahan putrinya :
Pemerintahan Soekarno (1945-1966)
1956-1957: Gerakan antikorupsi dipimpin Kolonel Zulkifli Lubis, wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Kampanye antikorupsi, memberantas orang-orang yang dianggap "tak tersentuh" dan kebal hukum, baik di kalangan politisi, pengusaha, dan pejabat. Zulkifli bekerja sama dengan Jaksa Agung Suprapto dan melibatkan pemuda-pemuda eks tentara pelajar. Konon, alasan Zulkifli waktu itu, aparat hukum tidak berjalan dan tidak berfungsi, sehingga ia harus bertindak dengan caranya sendiri dengan membentuk "pasukan khusus". Pada masa itu juga dikeluarkan Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957. Dalam aturan itu muncul istilah korupsi. Peraturan ini dibuat karena Kitab Undang Undang Hukum Pidana dianggap tidak mampu menanggulangi meluasnya praktek korupsi ketika itu.
Pemerintahan Soeharto (1967-1998)
1967: Sebagai penjabat Presiden waktu itu, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 228 tahun 1967 untuk membentuk Tim Pemberantasan Korupsi.
1970: Dibentuk Komisi Empat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1970. Komisi ini bertugas meneliti dan mengkaji kebijakan dan hasil yang dicapai dalam pemberantasan korupsi.
1971: Untuk pertama kalinya, Indonesia memiliki Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No 3 Tahun 1971.
1977: Pemerintah mencanangkan Operasi Tertib (Opstib) yang berlanjut dengan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1977 tentang pembentukan Tim Operasi Tertib. Tim itu untuk meningkatkan daya dan hasil guna serta meningkatkan kewibawaan aparatur pemerintah dan mengikis habis praktek-praktek penyelewengan dalam segala bentuk.
1980:
1. Pemerintah dan DPR menghasilkan Undang Undang Nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Menurut undang undang itu, baik pemberi maupun penerima bisa didakwa melakukan kejahatan.
2.Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Displin Pegawai Negeri yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 30 tahun 1980.
Pemerintahan B.J. Habibie (1998-1999)
1998:
1. Sidang umum MPR menghasilkan salah satu ketetapan yang secara tegas menuntut lahirnya pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) . Ketetapan itu tertuang dalam Tap MPR No XI/MPR/1998.
2. Pemerintah dan DPR menghasilkan Undang Undang Nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
1999:
Pemerintah dan DPR menghasilkan UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai penyempurnaan UU No 3 tahun 1971.
Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)
1999:
1. Berdasarkan Keputusan Presiden No 127 tahun 1999, pemerintah membentuk Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara.
2. Terbitnya surat Keputusan Presiden tanggal 13 Oktober 1999 tentang pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara berdasarkan standar pemeriksaan yang telah ditetapkan.
2000:
1. Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional.
2.Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdiri yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2000. Tim Gabungan ini merupakan cikal bakal dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
3. Terbitnya surat keputusan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM tanggal 7 Juli 2000 untuk menetapkan pembentukan tim persiapan Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diamanatkan UU No 31 tahun 1999.
Pemerintahan Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
2001:
1. Pemerintah dan DPR mengeluarkan Undang Undang No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terpaksa dibubarkan karena adanya putusan hak uji materiil Mahkamah Agung.
2002:
Pemerintah dan DPR mengeluarkan Undang Undang No 30 tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diisyaratkan, pembentukan komisi itu satu tahun setelah terbentuknya undang-undang.
2003:
1. Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No 73 tahun 2003 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tanggal 21 September 2003. Hasil panitia seleksi, diperoleh 10 nama dan diserahkan ke Presiden pada tanggal 6 Desember 2003. Dari 10 nama itu, DPR memilih lima sebagai pimpinan Komisi.
2. DPR pada tanggal 19 Desember 2003 mengesahkan lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi hasil pilihan anggota Komisi Hukum DPR.
3. Indonesia yang diwakili Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menandatangani Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi di New York, Kamis 18 Desember 2003.
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan pemerintah khususnya Keputusan Presiden (Keppres) No 11 Tahun 2005, yaitu untuk mensinergikan upaya pemberantasan korupsi, presiden membentuk tim khusus yang dinamai Timtas Tipikor.
B. Formulasi Kebijakan
The stage of the policy process where pertinent and acceptable courses of action for dealing with some particular public problem are identified and enacted into a law (Lester and Stewart,2000).
Formulation is a derivative of formula and means simply to develop a plan, a method, a prescription, in this chase for alleviating some need, for acting on a problem (Jones, 1984).
Dalam kasus korupsi yang ada di Indonesia, formulasi yang ada dalam kenijakan pemberantasan korupsi didasari dengan banyaknya angka pelanggaaran tindak pidana korupsi. Bukan hanya di perusahaan pemerintahan saja namun tindak pidana ini sudah memasuki perusahan lain diluar pemerintahan. Bentuk dari tindak pidana ini pun sudah banyak, sehingga perlunya suatu hal yang menanggulangi tindak pidana ini. Formulasi kebijakan dilakukuan karena pemerintah menilai perlukannya tindakan yang lebih teknis dengan cara menerapkan metode penelitian guna mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk merumuskan permasalahan kebijakan dan mencari berbagai alternatif solusi kebijakan. Untuk tindak pidana korupsi ini pemerintah membuat Undang-Undang, yang mana Undang-Undang merupakan salah satu bentuk dari solusi kebijakan. Undang-undang yang dibuat ini mengatur tindak pidana korupsi ini, agar korupsi tidak lagi bertambah dalam jumlah pidananya.
C. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap implementasi. Membicarakan stretegi anti-korupsi tidak terlepas dari membicarakan kebijakan dan implementasi kebijakan anti-korupsi. Berkaitan dengan itu maka persoalan yang berkaitan dengan “Birokrasi” merupakan persoalan yang sangat penting. Kebijakan publik adalah fungsi dan tugas pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan publik. Karena itu, implementasi kebijakan publik sangat ditentukan oleh sejauhmana birokrasi pemerintah, khususnya yang berfungsi dan bertugas sebagai agen pelaksana kebijakan, terstruktur dengan baik. sehingga dengan adanya implementasi yang baik dari sebuah kebijakan maka tujuan untuk memberantas tindak pidana korupsi ini pun dapat dituntaskan.
D. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan merupakan suatu tanda apakah sebuah kebijakan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari kebijakan tersebut. Proses kebijakan publik bersifat kompleks, tahap-tahap formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan adalah saling tergantung (interdependent). Sehingga dalam kasus korupsi ini kebijakan-kebijakan yang ada di evaluasi secara rutin guna mendapatkan tujuannya yaitu berkurangnya angka tindak pidana korupsi ini di Indonesia. Tujuan utama dalam kebijakan merupakan dasar utama untuk mengevaluasi kebijakan. Dengan demikian, kebijakan tindak korupsi yang terjadi akan selalu di perbaharui dengan kebijakan baru karena tujuan yang ingin dicapai belum dapat dicapai.
E. Kesimpulan
Setiap kebijakan publik yang akan diimplementasikan seharusnya sudah dikaji dulu dengan matang sehingga setiap kendala yang akan dihadapi sudah bisa diantisipasi terlebih dahulu. Sama hal dengan kebijakan pemberantasan korupsi ini. Pemerintah harus selalu memrevisi dalam tindakan evaluasi kebijakan agar tujuan untuk memberantas korupsi dapat tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar